Sabtu, 17 Maret 2012

Menyambung Hidup Dengan Sapu Lidi

Dewasa ini , banyak orang Dengan Lantang Berteriak tentang demokrasi, demi menuju perubahan serta mengangkat harkat dan martabat manusia seutuhnya. Begitu pula globalisasi bagi dunia yang menjamin lalu lintas informasi tanpa garis batas daerah atau negara satu dengan yang lainya, sehingga kemudian banyak orang harus belajar dan mengetahui banyak tentang istilah istilah asing tersebut, mungkin mempersiapkan diri untuk lebih modern, maju dan “hebat” 
Laki-laki Paruh Baya Bernama Masyur dan kemudian Kerap di Panggil Sao rekan kerjanya yang lain, sudah menjalani kehidupan  sebagai tukang sapu pada instansi Kebersihan pemerintah Daerah Dompu selama 17 tahun, ia bertugas menjaga kebersihan jalan kota Dompu dengan sebuah sapu lidi, ia tidak pernah peduli dengan Demokrasi, globalisasi, reformasi atau apapun namanya. Yang  Sao tau adalah bagaimana melanjutan  kehidupannya ini untuk menjamin keberlangsungan keluarga, “yang penting anak saya bisa sekolah hingga bisa mandiri” katanya dengan penuh harapan.
Pekerjaan bagi dia adalah bagian yang menyatu dengan dirinya, ibarat kita akan mandi tanpa menggosok gigi sebelumnya terasa beda dan merasa ada yang kurang dalam kehidupan ini,  saya cukup berbahagia walau anak-anak kami hidup dalam keadaan yang sangat sederhana, tuturnya dengan  sinar mata yang sabar dan tulus.
Pernahkah kita perhatikan jalan yang setiap hari kita lewati tepatnya di sepanjang jalan Kota Dompu ? Selepas  waktu subuh dia dan rekan-rekan mulai mengayunkan sapu untuk membersikan tepi jalan yang penuh dengan sampah baik yang jatuh dari pohon atau  sampah yang dibuang oleh tangan-tangan jahil,  yang tidak mengerti arti penting kebersihan bagi kehidupan. “Kami lakukan ini setiap pagi dan sore hari, siang hari  adalah waktu untuk beristirahat dan berkumpul dengan keluraga. Setiap hari ini kami lakukan hanya untuk mendapat penghasilan tambahan guna mencukupu kebutuhan Keluarga “.ungkap Sao yang beranak tiga putra yang semuanya sudah duduk dibangku sekolah  SMA dan SMP dan dua orang putri lainnya masih balita dan yang bungsu  berumur 10 Bulan.
Kesehariannya beliau tidak memiliki kesempatan untuk bisa bercengkarama dengan orang-orang disekitar, namun waktu baginya sangatlah berharga kalau tidak digunakan dengan sebaik-baiknya untuk “mengabdi” dan berbuat kebaikan untuk orang banyak maka akan berakibat selain pendapatan surut ketika dia tidak melakukan pekerjaannya tersebut diapun merasa ada sesutu yang hilang darinya, begitu tuturnya dengan lugas.
Alangkah mulianya mereka, walau jerih payahnya dibayar dengan upah apa adanya mereka pun tetap berkerja dengan penuh rasa tanggung jawab. Sedangkan sebagian dari kita selaku bagian dari mereka, kadang hanya bisa menari di atas penderitaan orang-orang itu
Tidakkah ada perasaan iba dan penghargaan sedikit-pun untuk mereka ?, sehingga apa yang mereka  lakukan, kita turut merasakannya. Siapa yang akan memberi pembelaan kepada mereka, sehingga pekerjaan yang dilakukan orang-orang tersebut layak untuk dihargai seperti pekerjaan lain yang memiliki gaji dan tunjangan yang besar selama hidupnya.
Bagi Sao dan  temannya, sapu lidi adalah senjata Pamungkas dalam mempertahankan kehidupan dan serta menegakan cita cita kemanusiaan yang mulia  karena, dengan sapu lidilah dia menyapu jalanan untuk men-ciptakan lingkungan yang bersih  Sehingga  dapat memberikan perasaan nyaman bagi pengguna jalan atau orang lain dan rasa aman bagi keluaragnya.dari ancaman kekurangan biaya  hidup keseharian

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Web Hosting | Top Web Host